BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Sejarah adalah ilmu
mengenai kisah-kisah perkembangan manusia pada waktu dan tempat tertentu.
Kisah–kisah yang terjadi dalam sejarah dapat dibedakan menjadi dua arti antara
sejarah dalam arti objektif dan sejarah dalam arti subjektif. Sejarah dalam
arti objektif, adalah kejadian atau peristiwa yang sebenarnya (History of Actually).
Sejarah dalam arti subjektif (History of Record) adalah pengkisahannya, dalam
pengkisahannya harus menggunakan secara benar sumber-sumber bukti peninggalan
peristiwa itu terjadi yang bersifat akurat dan kredibel, baik berupa
benda-benda (artifact)
maupun dokumen-dokumen tertulis. Bahan-bahan ini menjadi sumber sejarah. Hanya dengan
mencari sumber-sumber informasi inilah, kegiatan mencari sumber sejarah dalam
ilmu sejarah disebut heuristik, sejarawan dapat membuat rekontruksi peristiwa
masa lampau dan menulis uraian sejarah sering disebut juga History as written
atau Historiografi.
Dalam sebuah penulisan
seorang sejarawan tentunya memiliki sebuah latar belakang yang melingkupinya
dalam sebuah penulisan sejarah. Sejarawan dalam penulisannya dipengaruhi oleh
keadaan zaman dan lingkungan kebudayaan di tempat sejarawan itu hidup. Sehingga
dalam sebuah historiografi
dipengaruhi oleh lingkungan zaman dan kebudayaan semasa sejarah itu
ditulis.Dalam sebuah historiografi yang dapat dipadupadankan dengan mempelajari
sejarahnya penulisan sejarah. Yang berarti bahwa setiap zaman penulisan sejarah
akan berbeda, menurut perspektif seorang sejarawan pada saat penulisan
tersebut. Sehingga dalam sebuah penulisan atau historiografi terdapat
perkembangan penulisan sejarah dengan pengaruh zaman, lingkungan, kebudayaan
pada setiap penulisan sejarah, perkembangan penggunaan teori dan metodologi dan
seni pengungkapan serta penyajian sejarah.
Historigrafi
yang selalu berkembang dan menurut jiwa zaman seorang sejarawan, menjadikan historiografi
diklarifikasikan. Dalam sebuah historiografi Indonesia terutama dibagi atas dua historiografi
besar yaitu, historiografi
tradisional dan historiografi
Indonesia modern. Historiogarafi
Indonesia tradisional dipengaruhi oleh jiwa zaman yang banyak mengandung
unsur-unsur mitos atau mitologi.Sedangkan dalam historiografi Indonesia modern
unsur tersebut tidak diketahui, namun bila dalam penulisan masih terdapat
mitos, hal itu dapat dikategorikan dalam historiografi Indonesia tradisional. Historiografi
tidak dipengaruhai oleh kapan historiografi atau penulisan sejarah itu ditulis.
Tulisan ini akan membahas
mengenai pemahami historiografi
tradisional yang banyak dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat mitos. Sebagai
studi awal, maka penekannya adalah pada aspek mitologi dan sangkut paut para penulis
sejarah Indonesia yang dapat dikategorikan sebagai historiografi Indonesia
tradisonal.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Historiografi
Historiografi
merupakan pandangan sejarawan terhadap peristiwa sejarah, yang dituangkan di
dalam penulisannya itu akan dipengaruhi oleh situasi zaman dan lingkungan
kebudayaan di mana sejarawawan itu hidup. Dengan kata lain, pandangan sejarawan
itu selalu mewakili zaman dan kebudayaannya.Historiografi dapat diartikan sebagai
pencarian terhadap pemikiran sejarawan pada zamannya. Historiografi
mencari tentang ide, subyektifitas, dan interpretasinya. Sebagai sebuah alat
untuk melihat sejarah intelektual atau mentalis seorang sejarawan, maka
haruslah dilakukan sebuah studi mengenai karya-karyanya.
Dalam sebuah penulisan
sejarah sejarawan tidak diperbolehkan untuk mengkhayal hal-hal yang menurut
akal tidak mungkin telah terjadi. Dalam sebuah penulisan sering harus
mengkhayal hal-hal yang kiranya telah terjadi. Namun, sering terjadi mengkhayal
hal-hal yang kiranya pasti telah terjadi. Sehingga dalam sebuah penulisan
sejarah tidak mungkin untuk merumuskan mengenai aturan-aturan penggunaan
imajinasi. Di dalam sejarah kecuali dengan ketentuan-ketentuan yang sangat umum
sifatnya.
B. Penulisan Sejarah Dalam
Kebudayaan Jawa
Karya-karya yang termasuk
dalam historiografi tradisional adalah babad dan hikayat. Hikayat dan babad pada
dasarnya sama, tapi memiliki perbedaan dalam penyebutannya. Hikayat lebih
dikenal di Melayu, sedangkan babad dikenal di Mataram.Hikayat merupakan kesusastraan Melayu
yang keseluruhan ceritanya didominasi oleh karya-karya yang berilhamkan Islam. Hikayat
sebagaian besar berbahasa Melayu yang berbentuk prosa, walaupun diantara
karya-karya itu ada yang berbentuk sajak. Hikayat memiliki dua bentuk penulisan
yaitu, syair dan pantun. Kedua menggunakan empat baris kata, tetapi polanya
berbeda (a-b-a-b dalam pantun, a-a-a-a dalam sajak). Perbedaan pokok di antara
keduanya yaitu bahwa pantun menggunakan istilah eksplisit pada bait pertama dan
kedua, untuk maksud dari penulisnya disampaikan pada bait ketiga dan keempat.
Berbeda dengan sajak yang keseluruhan bait merupakan maksud dari penulisnya.
Syair disajikan dalam bentuk yang panjang, dan memiliki banyak persoalan.
Kesusastraan Jawa tentu
berbeda dengan kesusastraan Melayu., meskipun keduanya saling mempengaruhi satu
sama lainnya. Dalam kesusastraan Jawa dapat ditemukan tradisi-tradisi India
dengan tulisan Jawa Kuno dan tradisi Islam sendiri. Perbedaan kesusastraan
Melayu dengan kesusastraan Jawa hanya berbeda pada kesusastraan Jawa sangat
kecil dipengaruhi oleh tradisi Islam. Dan sajak-sajak kesusastraan Jawa berupa
syair-syair yang berupa tembang macapat.Ada berbagai macam, kesusastraan Jawa
seperti serat,
yang merupakan saduran-saduran dari bahasa Jawa Kuno, dialih bahasakan kedalam
bahasa Jawa Modern. Contohnya, Serat Rama, Serat Bratayudha, dan Serat Arjuna Sastrabahu.
Kesusastraan Jawa juga mengenal karya-karya yang bertemakan tasawuf Islam.
Karya ini bila ditulis dalam bentuk prosa yang bercerita tentang roman jawa
disebut sebagai menak,
sedangkan ditulis dalam bentuk lagu disebut sebagai suluk. Yang termasuk didalamnya
seperti menak Amir Hamzah, Yusup, dan Ahmad Hanapi.
Di antara karya
kesusastraan Jawa yang penting adalah babad. Babad merupakan kronik-kronik
yang panjang dan terperinci yang ditulis dalam sajak yang sangat panjang dan
terperinci yang diketemukan dalam bahasa Jawa baru dan tidak diketemukan dalam
bahasa Jawa Kuno. Babad
banyak menceritakan tentang sejarah kerajaan-kerajaan, pahlawan-pahlawan, atau
kejadian-kejadian tertentu.Walaupun babad merupakan karya sastra, tapi babad memiliki
kedudukan yang penting dalam penulisan sejarah, karena memuat tentang
peristiwa-peristiwa. Meskipun demikian, unsur-unsur yang tidak terkandung dalam
fakta sejarah haruslah diteliti terlebih dahulu. Karena dalam babad memiliki
sifat penulisan , yaitu dibuat oleh karya-karya pada zaman kerajaan, istana sentris,
masih terdapat mitos,
dan adanya yang fiktif dan faktual.
Sekalipun babad sering
tidak konsisten dibandingkan sumber-sumber dari Belanda. Tetapi babad digunakan
untuk mendapatkan susdut pandang yang berbeda dari sumber Belanda. Babad tidak
hanya penting sebagai gudang fakta dan sudut pandang yang tidak terdapat pada
sumber-sumber Belanda, tetapi babad dapat sebagai sumber tersendiri. Tapi babad tidaklah
dapat berdiri sendiri. Sebagai teks, babad harus dikaitkan dengan teks-teks
lainnya. Contohnya sumber-sumber Belanda dapat menunjukkan konteks “dunia
nyata” dimana babad
ditulis dan konteks “dunia nyata” dari apa yang dibicarakan oleh babad. Maka
secara tidak langsung ini dapat menyingkap struktur literaturnya juga.Maka
dengan demikian pemilihan babad bisa dilakukan dengan mudah. Babad dipilih,
haruslah sebuah teks yang diketahui, baik sejarahnya dan memaparkan periode
yang dibahas dalam isi babad tersebut.
C. Penulis Sejarah Jawa
Penulisan sejarah Jawa
yang berbentuk babad di dalam tulisan historiografi dapat
dimasukkan dalam tulisan sejarah, namun dengan cara dan gaya orang Jawa. Gaya
tulisan orang Jawa, dalam arti sejarah dari kebudayaan orang Jawa akan
dititikberatkan pada hasil-hasil tulisan yang telah ada. Kebudayaan meliputi
berbagai aspek kegiatan atau dengan meminjam konsep antropologi terdiri dari
tujuh unsur kebudayaan seperti cultural universal yang selalu dapat diketemukan
pada setiap kebudayaan bangsa-bangsa di seluruh dunia, ialah: perlengkapan dan
peralatan hidup, mata pencaharian dan sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan,
bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan religi.
Manusia yang selalu
berkembang, akan berkembang beriringan dengan berkembangnya kebudayaan manusia
itu sendiri. Cabang-cabang budaya terus berkembang dan mengalami
perubahan-perubahan baik lambat maupun cepat. Berbagai tulisan sejarah dapat
bertemakan aspek-aspek atau cabang-cabang bahkan ranting-ranting budaya,
sehingga muncullah tulisan mengenai sejarah politik, sejarah ekonomi, sejarah
sosial, sejarah kebudayaan, maupun sejarah kesenian. Demikian pula penulisan
sejarah Jawa dapat memilih suatu aspek kegiatan budaya orang Jawa semacam itu.
Seorang penulis Sejarah Jawa dapat memusatkan pikiran pada sistem politik
kerajaan-kerajaan Jawa, sistem birokrasi, sistem sosial, bahasa, ilmu
pengetahuan dan filsafat, ekonomi perdagangan, kesenian, sejarah pemikiran,
sejarah kepercayaan dan seterusnya.
D. Mitos Mengandung Maksud
Mitos merupakan
pencampuradukan dewa-dewa manusia, sejarah dan perristiwa keseharian. Hal-hal
itu bercampur dalam sebuah penulisan sejarah. Sehingg auntuk menjadikan karaya
penulisan sejarah itu mejadi sebuah sumber sejarah perlu dilakukan sebauh
kritik sejarah yang relevan. Mitos diperlukan karena keinginan pujangga sebagai
tokoh yang mengadakan penulisan sejarah denagn dipengaruhi oleh kebudayaan
Jawa.Mitos akan melukiskan sejarah dari perlaku-perilaku supranatural. Perilaku
supranatural menurut akal sehat sangat sulit untuk diterima, melainkan dalam
melihat konteks supranatural tersebut perlu menggunakan kaca mata yang berbeda.
Perilaku supranatural tersebut ada karena pada zaman penulisan hal itu
merupakan sebuah sifat linuwih, sehingga orang itu memiliki sebuah
kedudukan dan kehormatan. Selain itu didukung oleh keadaan masyarakat yang
masih percaya akan hal itu, menjadikan hal-hal yang bersifat supranatural dapat
berkembang secara pesat.
Mitos mengangap sejarah
sebagai hal yang mutlak kebenarannya dan keramat. Sejarah merupakan sebuah peristiwa
masa lalu, namun peristiwa itu tidak dapat menyampaikan kebenaran peristiwa
tersebut secara mutlak. Sejarah dalam arti objektif adalah peristiwa masa
lampau yang telah terjadi. Namun, sejarah pada kategori historiografi
tradisional mendapatkan sebuah tekanan untuk menyakini, bahwa peristiwa
terjadi seperti apa yang telah dituliskan oleh pujangga atau sejarawan yang
menulis sebuah peristiwa dalam konteks kebudayaan Jawa. Masyarakan yang hidup
pada masa historiografi tradisional tidak diberikan untuk menginterprestasikan
sebuah peristiwa yang telah terjadi.Mitos akan selalu menghubungkan antara
seseorang dengan ”pencipataan” tentang keberaan, institusi, dan perilaku.
Menghubungkan seorang tokoh dengan proses penciptaan merupakan sebuah supremai
kekuasaan, dan dapat diartikan sebagai sebuah pandangan sempit tentangtokoh
tersebut. Tokoh tersebut diagambarkan seakan-akan sebagai perfect man
atau orang yang sempurna. Padahal dalam dunia ini tidak ada manusia yang
sempurna. Masyarakat akan selalu berpikir untuk melawan atau berperilaku, dan
berhubungan dengan orang tersebut. Dari situ memunculkan konsep tentang sabdo
pandhita ratu yang berrati bahwa ucapan seorang raja sama dengan sabda
Tuhan. Mnejadikan perintah raja tidak boleh ditolak atau tidak boleh tidak
dijalankan.
Mitos dapat sebagai alat
untuk mencari asal-usul. Asal-usul hal dalam ini dapat diartikan sebagi
asal-usul sebuah tempat atau asal-usul seseorang. Sebagai contohnya bila
diketahui tentang asal-usul seseorang, orang akan dapat melakukan sebuah kontrol
dan memanipulasi sesuatu sesuai kehendaknya. Kontrol tersebut akan memberikan
sebuah kekuasaan atau legitimasi. Dalam hal tersebut dapat dilihat mengenai
asal-usul Sultan Agung yang dapat diartikan sebagai sebuah mitos. Sultan Agung
dalam historiografi tanah Jawa merupakan keturunan dari Nabi Adam dan
tokoh-tokoh pewayangan. Hal itu memnag sulit untuk diterima apalagi Sultan
Agung merupakan keturunan dari seorang tokoh pewayangan.Dalam sebuah
penghayatan mengenai mitos seseorang atau dalam hal yang lebih luas lagi
masyarakat akan hidup dalam alam yang serba keramat. Seseorang yang hidup dalam
alam yang serba keramat akan selalu berhati-hati dalam menjalani hidup. Bila
dapat mengkontrol hal terbut ketertiban masyarakat akan terjamin dan
berlangsung sesuai keinginan seorang penguasa.
Mitos dapat diartikan
sebagi alat penertiban tertib sosial. Seorang pujangga akan berusaha
menyampaikan maksud politiknya untyk memperkuat kedudukan sng patrion atau
seorang penguasa. Sebagai contohnya dalam serat cebolek, Pembangunan
yang dilakukan oleh para priyayi adalah pembangunan mentalitas. Pembangunan
mentalitas dilaksanakan karena kerajaan (Kartasura) telah kehilangan ”kekuasaan
politiknya”. Kekuasaan yang dimiliki seorang raja untuk memerintah, terlalu
banyak dicampuri oleh kepentingan kompeni. Raja tidak memiliki kekuasaan untuk
memimpin kerajaannya. Untuk tetap memiliki pengaruh pada rakyat, untuk tetap
memiliki kekuasaan pada diri setiap masyarakat Jawa. Sehingga raja berupaya
untuk menanamkan kekuasaannya pada bidang spiritualis dan mentalitas masyarakat
Jawa.
Pembangunan mental
spiritual dan mentalitas akan terlaksana bila kerajaan memiliki alat. Alat
inilah sebagai motor penggerak mencapai tujuan pembangunan itu. Motor penggerak
itu berupa kepemimpinan komunitas Islam. Kepemimpinan komunitas Islam berasal
dari golongan elit agama. Golongan itu berasal dari kalangan guru, haji, dan
kiai. Golongan ini memiliki peranan penting dalam pelaksanaan ritual-ritual
keagamaan, dan memberikan pelayanan keagamaan.
E. Pujangga Sebagai Seseorang Pembangun Supremasi kekuasaan
Pujangga memilki peranan
penting dalam penulisan sejarah atau dalam lingkup klarifikasi pembabakan historiografi,
terutama dalam historiografi
Indonesia tradisional. Pujangga memilki perana untuk menulis sebuah peristiwa
masa lampau yang dapat disebut sebagai sebuah penulisan sejarah dalam
perspektif pujangga tersebut.Pujangga dalam arti etimologi kata pujangga
berasal dari bahasa sansekerta yaitu Bujangga,yang berarti ular dan pengikut
seorang raja. Sedangkan menurut arti kata dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
adalah pendeta, pertapa, orang yang cerdik dan pandai, sifat-sifat pujangga,
pengarang, pendeta mengenai kesusastraan pengarang.
Seorang Pujangga harus
memilki kemampuan nawungkridha
dan sambegan.
Sambegan
artinya kuat ingatan, dan nawungkridha berarti waskitha atau mengetahui rahasia segala
sesuatu dengan ketajaman pandangan batinnya. Dalam hal ini Ranggawarsito telah
memberikan batasan-batasan mengenai syarat-syarat menjadi seorang pujangga.
Yaitu sebagai berikut.
Seorang yang pantas
menjadi seorang pujangga, syaratnya sebagai berikut.
1. Golongan wirya, yakni orang
berderajat.
2. Golongan agama, yakni ulama.
3. Golongan pertapa, yakni pandhita.
4. Golongan sujana, yakni orang
yang baik.
5. Golongan aguna, yakni orang
pandai.
6. Golongan prawira, yakni
golongan prajurit.
7. Golongan supunya, yakni orang
yang kaya.
8. Golongan supatya, yakni
golongan petani.
Seorang pujangga harus
memiliki delapan kemapuan.
1. Ngawiryo atau orang luhur dan
memiliki derajat
2. Ngagama atau ulama yang
menguasai kitab agama
3. Ngatapa atau petapa atau
pendeta yang ahli bertapa
4. Sujana atau orang memiliki
kelebihan
5. Ngaguna atau orang yang
memiliki ilmu dan kepandaian
6. Prawira atau prajurit yang
tersohor
7. Supunya atau orang kaya yang
berharta
8. Supatya atau petani yang
tekun.
Dalam sebuah kesusastraan
Pujangga bertugas.
1. Ingkang anyerat atau orang
yang menuliskan naskah
2. Ingkang anganggit atau yang mengarang)
naskah
3. Ingkang angiket atau yang
mengumpulkan
4. Ingkang akarya sastra atau
yang mengerjakan teks
5. Ingkang anedhak atau yang
menyalin
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Historiogarafi adalah
perkembangan penulisan sejarah dari masa ke masa. Dalam penuliasan sebuah Historiografi
didalamnya memuat mengenai teori dan metodologi sejarah. Historiografi dapat
diartikan sebagai sejarah penulisan sejarah untuk merekontruksi masa lalu.
Dalam historiografi terdapat pemahaman atau persepsi atau refleksi kultural
sejarawan tentang masa lalu sehingga mengandung arti subjektif.Historiografi
yang dipengaruhi oleh lingkungan zaman dan kebudayaan semasa sejarah itu
ditulis menimbulkan subjektivitas. Karena di dalam penulisan sejarah sejarawan
mendapatkan pengaruh tentang perkembangan penulisan sejarah, pengaruh zaman,
lingkungan, kebudayaan pada setiap penulisan sejarah, perkembangan pengguaan
teori dan metodologi dan seni pengungkapan serta penyajian sejarah.
Subjektivitas juga timbul karena pemahaman orang sangat dipengaruhi oleh latar
belakang individu, lingkungan sosial, lingkungan kultural, dan jiwa zaman.
Historiografi dapat
diartikan sebagai sejarah intelektual atau mentalitas. Historiogarfi juga
mengajarkan untuk mencari sebuah pemikiran seorang penulis sejarah. Dalam hal
ini sejarawan akan mengalami proses pemahan untuk mengerti subjektivitas
penulis sejarah. Penulis sejarah akan selalu aktif melakukan seleksi terhadap
gejala yang diamatinya. Gejala yang diamati akan menjadi titik pendirian masa
kini yang dijadikan faktor penentu perhatian seseorang terhadap gejala masa
lampau.Secara gambaran umum mengenai Historiografi merupakan representasi atau
ungkapan dari kesadaran sejarawan dalam zamannya dan lingkungan kebudayaan di
tempat sejarawan itu hidup. Dalam memahami sebuah historiogarfi yang
diklarifikasikan dalam historiografi tradisional atau historiografi modern,
terutama historiografi tradisional perlu diketahui ciri produk historiografi
tersebut. Historiografi tradisional akan bercerita dalam batasan atau kisaran
istana sentris, tetapi keadaan sosial masyarakat tidak pernah disinggung dalam
penulisannya, masayarakat pada awakatau penulisan tersebut hanya sebatas bahwa
masyarakat itu menjadi milik raja atau hanya sebatas bagian dari raja, jika
penulisan tersebut bersifat sejarah, hanya sebatas pada penulisan sejarah
politik, dan dalam penulisan hal yang penting adalah terdapat adanya mitos dan
peristiwa yang bercampuraduk antara fiktif dan faktual.
Tokoh yang berperan dalam
penulisan historiografi Indonesia tradisional adalah para pujangga kerajaan.
Karena karya-karya yang masuk dalam kategori historiografi Indonesia
tradisional merupakan karya-karya yang banyak dibuat pada zaman kerajaan.
Pujangga memiliki peranan penting dalam hal ini, mereka akan penulis sebuah
peristiwa. Mereka dapat dikatakan sebagai sejarawan awal Indonesia. Walaupun
dalam tulisannya banyak kejadian yang ditulis dalam konteks fiktif dan faktual.
Dalam hal itu pujangga memiliki maksud politik untuk memperkuat kedudukan sang
patron.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar