Historia

Historia

Sabtu, 28 September 2013

Historiogarafi


BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sejarah adalah ilmu mengenai kisah-kisah perkembangan manusia pada waktu dan tempat tertentu. Kisah–kisah yang terjadi dalam sejarah dapat dibedakan menjadi dua arti antara sejarah dalam arti objektif dan sejarah dalam arti subjektif. Sejarah dalam arti objektif, adalah kejadian atau peristiwa yang sebenarnya (History of Actually). Sejarah dalam arti subjektif (History of Record) adalah pengkisahannya, dalam pengkisahannya harus menggunakan secara benar sumber-sumber bukti peninggalan peristiwa itu terjadi yang bersifat akurat dan kredibel, baik berupa benda-benda (artifact) maupun dokumen-dokumen tertulis. Bahan-bahan ini menjadi sumber sejarah. Hanya dengan mencari sumber-sumber informasi inilah, kegiatan mencari sumber sejarah dalam ilmu sejarah disebut heuristik, sejarawan dapat membuat rekontruksi peristiwa masa lampau dan menulis uraian sejarah sering disebut juga History as written atau Historiografi.
Dalam sebuah penulisan seorang sejarawan tentunya memiliki sebuah latar belakang yang melingkupinya dalam sebuah penulisan sejarah. Sejarawan dalam penulisannya dipengaruhi oleh keadaan zaman dan lingkungan kebudayaan di tempat sejarawan itu hidup. Sehingga dalam sebuah historiografi dipengaruhi oleh lingkungan zaman dan kebudayaan semasa sejarah itu ditulis.Dalam sebuah historiografi yang dapat dipadupadankan dengan mempelajari sejarahnya penulisan sejarah. Yang berarti bahwa setiap zaman penulisan sejarah akan berbeda, menurut perspektif seorang sejarawan pada saat penulisan tersebut. Sehingga dalam sebuah penulisan atau historiografi terdapat perkembangan penulisan sejarah dengan pengaruh zaman, lingkungan, kebudayaan pada setiap penulisan sejarah, perkembangan penggunaan teori dan metodologi dan seni pengungkapan serta penyajian sejarah.

Historigrafi yang selalu berkembang dan menurut jiwa zaman seorang sejarawan, menjadikan historiografi diklarifikasikan. Dalam sebuah historiografi Indonesia terutama dibagi atas dua historiografi besar yaitu, historiografi tradisional dan historiografi Indonesia modern. Historiogarafi Indonesia tradisional dipengaruhi oleh jiwa zaman yang banyak mengandung unsur-unsur mitos atau mitologi.Sedangkan dalam historiografi Indonesia modern unsur tersebut tidak diketahui, namun bila dalam penulisan masih terdapat mitos, hal itu dapat dikategorikan dalam historiografi Indonesia tradisional. Historiografi tidak dipengaruhai oleh kapan historiografi atau penulisan sejarah itu ditulis.
Tulisan ini akan membahas mengenai pemahami historiografi tradisional yang banyak dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat mitos. Sebagai studi awal, maka penekannya adalah pada aspek mitologi dan sangkut paut para penulis sejarah Indonesia yang dapat dikategorikan sebagai historiografi Indonesia tradisonal.










BAB II
PEMBAHASAN
A.Historiografi
Historiografi merupakan pandangan sejarawan terhadap peristiwa sejarah, yang dituangkan di dalam penulisannya itu akan dipengaruhi oleh situasi zaman dan lingkungan kebudayaan di mana sejarawawan itu hidup. Dengan kata lain, pandangan sejarawan itu selalu mewakili zaman dan kebudayaannya.Historiografi dapat diartikan sebagai pencarian terhadap pemikiran sejarawan pada zamannya. Historiografi mencari tentang ide, subyektifitas, dan interpretasinya. Sebagai sebuah alat untuk melihat sejarah intelektual atau mentalis seorang sejarawan, maka haruslah dilakukan sebuah studi mengenai karya-karyanya.
Dalam sebuah penulisan sejarah sejarawan tidak diperbolehkan untuk mengkhayal hal-hal yang menurut akal tidak mungkin telah terjadi. Dalam sebuah penulisan sering harus mengkhayal hal-hal yang kiranya telah terjadi. Namun, sering terjadi mengkhayal hal-hal yang kiranya pasti telah terjadi. Sehingga dalam sebuah penulisan sejarah tidak mungkin untuk merumuskan mengenai aturan-aturan penggunaan imajinasi. Di dalam sejarah kecuali dengan ketentuan-ketentuan yang sangat umum sifatnya.
B. Penulisan Sejarah Dalam Kebudayaan Jawa
Karya-karya yang termasuk dalam historiografi tradisional adalah babad dan hikayat. Hikayat dan babad pada dasarnya sama, tapi memiliki perbedaan dalam penyebutannya. Hikayat lebih dikenal di Melayu, sedangkan babad dikenal di Mataram.Hikayat merupakan kesusastraan Melayu yang keseluruhan ceritanya didominasi oleh karya-karya yang berilhamkan Islam. Hikayat sebagaian besar berbahasa Melayu yang berbentuk prosa, walaupun diantara karya-karya itu ada yang berbentuk sajak. Hikayat memiliki dua bentuk penulisan yaitu, syair dan pantun. Kedua menggunakan empat baris kata, tetapi polanya berbeda (a-b-a-b dalam pantun, a-a-a-a dalam sajak). Perbedaan pokok di antara keduanya yaitu bahwa pantun menggunakan istilah eksplisit pada bait pertama dan kedua, untuk maksud dari penulisnya disampaikan pada bait ketiga dan keempat. Berbeda dengan sajak yang keseluruhan bait merupakan maksud dari penulisnya. Syair disajikan dalam bentuk yang panjang, dan memiliki banyak persoalan.
Kesusastraan Jawa tentu berbeda dengan kesusastraan Melayu., meskipun keduanya saling mempengaruhi satu sama lainnya. Dalam kesusastraan Jawa dapat ditemukan tradisi-tradisi India dengan tulisan Jawa Kuno dan tradisi Islam sendiri. Perbedaan kesusastraan Melayu dengan kesusastraan Jawa hanya berbeda pada kesusastraan Jawa sangat kecil dipengaruhi oleh tradisi Islam. Dan sajak-sajak kesusastraan Jawa berupa syair-syair yang berupa tembang macapat.Ada berbagai macam, kesusastraan Jawa seperti serat, yang merupakan saduran-saduran dari bahasa Jawa Kuno, dialih bahasakan kedalam bahasa Jawa Modern. Contohnya, Serat Rama, Serat Bratayudha, dan Serat Arjuna Sastrabahu. Kesusastraan Jawa juga mengenal karya-karya yang bertemakan tasawuf Islam. Karya ini bila ditulis dalam bentuk prosa yang bercerita tentang roman jawa disebut sebagai menak, sedangkan ditulis dalam bentuk lagu disebut sebagai suluk. Yang termasuk didalamnya seperti menak Amir Hamzah, Yusup, dan Ahmad Hanapi.
Di antara karya kesusastraan Jawa yang penting adalah babad. Babad merupakan kronik-kronik yang panjang dan terperinci yang ditulis dalam sajak yang sangat panjang dan terperinci yang diketemukan dalam bahasa Jawa baru dan tidak diketemukan dalam bahasa Jawa Kuno. Babad banyak menceritakan tentang sejarah kerajaan-kerajaan, pahlawan-pahlawan, atau kejadian-kejadian tertentu.Walaupun babad merupakan karya sastra, tapi babad memiliki kedudukan yang penting dalam penulisan sejarah, karena memuat tentang peristiwa-peristiwa. Meskipun demikian, unsur-unsur yang tidak terkandung dalam fakta sejarah haruslah diteliti terlebih dahulu. Karena dalam babad memiliki sifat penulisan , yaitu dibuat oleh karya-karya pada zaman kerajaan, istana sentris, masih terdapat mitos, dan adanya yang fiktif dan faktual.

Sekalipun babad sering tidak konsisten dibandingkan sumber-sumber dari Belanda. Tetapi babad digunakan untuk mendapatkan susdut pandang yang berbeda dari sumber Belanda. Babad tidak hanya penting sebagai gudang fakta dan sudut pandang yang tidak terdapat pada sumber-sumber Belanda, tetapi babad dapat sebagai sumber tersendiri. Tapi babad tidaklah dapat berdiri sendiri. Sebagai teks, babad harus dikaitkan dengan teks-teks lainnya. Contohnya sumber-sumber Belanda dapat menunjukkan konteks “dunia nyata” dimana babad ditulis dan konteks “dunia nyata” dari apa yang dibicarakan oleh babad. Maka secara tidak langsung ini dapat menyingkap struktur literaturnya juga.Maka dengan demikian pemilihan babad bisa dilakukan dengan mudah. Babad dipilih, haruslah sebuah teks yang diketahui, baik sejarahnya dan memaparkan periode yang dibahas dalam isi babad tersebut.
C. Penulis Sejarah Jawa
Penulisan sejarah Jawa yang berbentuk babad di dalam tulisan historiografi dapat dimasukkan dalam tulisan sejarah, namun dengan cara dan gaya orang Jawa. Gaya tulisan orang Jawa, dalam arti sejarah dari kebudayaan orang Jawa akan dititikberatkan pada hasil-hasil tulisan yang telah ada. Kebudayaan meliputi berbagai aspek kegiatan atau dengan meminjam konsep antropologi terdiri dari tujuh unsur kebudayaan seperti cultural universal yang selalu dapat diketemukan pada setiap kebudayaan bangsa-bangsa di seluruh dunia, ialah: perlengkapan dan peralatan hidup, mata pencaharian dan sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan religi.
Manusia yang selalu berkembang, akan berkembang beriringan dengan berkembangnya kebudayaan manusia itu sendiri. Cabang-cabang budaya terus berkembang dan mengalami perubahan-perubahan baik lambat maupun cepat. Berbagai tulisan sejarah dapat bertemakan aspek-aspek atau cabang-cabang bahkan ranting-ranting budaya, sehingga muncullah tulisan mengenai sejarah politik, sejarah ekonomi, sejarah sosial, sejarah kebudayaan, maupun sejarah kesenian. Demikian pula penulisan sejarah Jawa dapat memilih suatu aspek kegiatan budaya orang Jawa semacam itu. Seorang penulis Sejarah Jawa dapat memusatkan pikiran pada sistem politik kerajaan-kerajaan Jawa, sistem birokrasi, sistem sosial, bahasa, ilmu pengetahuan dan filsafat, ekonomi perdagangan, kesenian, sejarah pemikiran, sejarah kepercayaan dan seterusnya.
D. Mitos Mengandung Maksud
Mitos merupakan pencampuradukan dewa-dewa manusia, sejarah dan perristiwa keseharian. Hal-hal itu bercampur dalam sebuah penulisan sejarah. Sehingg auntuk menjadikan karaya penulisan sejarah itu mejadi sebuah sumber sejarah perlu dilakukan sebauh kritik sejarah yang relevan. Mitos diperlukan karena keinginan pujangga sebagai tokoh yang mengadakan penulisan sejarah denagn dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa.Mitos akan melukiskan sejarah dari perlaku-perilaku supranatural. Perilaku supranatural menurut akal sehat sangat sulit untuk diterima, melainkan dalam melihat konteks supranatural tersebut perlu menggunakan kaca mata yang berbeda. Perilaku supranatural tersebut ada karena pada zaman penulisan hal itu merupakan sebuah sifat linuwih, sehingga orang itu memiliki sebuah kedudukan dan kehormatan. Selain itu didukung oleh keadaan masyarakat yang masih percaya akan hal itu, menjadikan hal-hal yang bersifat supranatural dapat berkembang secara pesat.
Mitos mengangap sejarah sebagai hal yang mutlak kebenarannya dan keramat. Sejarah merupakan sebuah peristiwa masa lalu, namun peristiwa itu tidak dapat menyampaikan kebenaran peristiwa tersebut secara mutlak. Sejarah dalam arti objektif adalah peristiwa masa lampau yang telah terjadi. Namun, sejarah pada kategori historiografi tradisional mendapatkan sebuah tekanan untuk menyakini, bahwa peristiwa terjadi seperti apa yang telah dituliskan oleh pujangga atau sejarawan yang menulis sebuah peristiwa dalam konteks kebudayaan Jawa. Masyarakan yang hidup pada masa historiografi tradisional tidak diberikan untuk menginterprestasikan sebuah peristiwa yang telah terjadi.Mitos akan selalu menghubungkan antara seseorang dengan ”pencipataan” tentang keberaan, institusi, dan perilaku. Menghubungkan seorang tokoh dengan proses penciptaan merupakan sebuah supremai kekuasaan, dan dapat diartikan sebagai sebuah pandangan sempit tentangtokoh tersebut. Tokoh tersebut diagambarkan seakan-akan sebagai perfect man atau orang yang sempurna. Padahal dalam dunia ini tidak ada manusia yang sempurna. Masyarakat akan selalu berpikir untuk melawan atau berperilaku, dan berhubungan dengan orang tersebut. Dari situ memunculkan konsep tentang sabdo pandhita ratu yang berrati bahwa ucapan seorang raja sama dengan sabda Tuhan. Mnejadikan perintah raja tidak boleh ditolak atau tidak boleh tidak dijalankan.
Mitos dapat sebagai alat untuk mencari asal-usul. Asal-usul hal dalam ini dapat diartikan sebagi asal-usul sebuah tempat atau asal-usul seseorang. Sebagai contohnya bila diketahui tentang asal-usul seseorang, orang akan dapat melakukan sebuah kontrol dan memanipulasi sesuatu sesuai kehendaknya. Kontrol tersebut akan memberikan sebuah kekuasaan atau legitimasi. Dalam hal tersebut dapat dilihat mengenai asal-usul Sultan Agung yang dapat diartikan sebagai sebuah mitos. Sultan Agung dalam historiografi tanah Jawa merupakan keturunan dari Nabi Adam dan tokoh-tokoh pewayangan. Hal itu memnag sulit untuk diterima apalagi Sultan Agung merupakan keturunan dari seorang tokoh pewayangan.Dalam sebuah penghayatan mengenai mitos seseorang atau dalam hal yang lebih luas lagi masyarakat akan hidup dalam alam yang serba keramat. Seseorang yang hidup dalam alam yang serba keramat akan selalu berhati-hati dalam menjalani hidup. Bila dapat mengkontrol hal terbut ketertiban masyarakat akan terjamin dan berlangsung sesuai keinginan seorang penguasa.
Mitos dapat diartikan sebagi alat penertiban tertib sosial. Seorang pujangga akan berusaha menyampaikan maksud politiknya untyk memperkuat kedudukan sng patrion atau seorang penguasa. Sebagai contohnya dalam serat cebolek, Pembangunan yang dilakukan oleh para priyayi adalah pembangunan mentalitas. Pembangunan mentalitas dilaksanakan karena kerajaan (Kartasura) telah kehilangan ”kekuasaan politiknya”. Kekuasaan yang dimiliki seorang raja untuk memerintah, terlalu banyak dicampuri oleh kepentingan kompeni. Raja tidak memiliki kekuasaan untuk memimpin kerajaannya. Untuk tetap memiliki pengaruh pada rakyat, untuk tetap memiliki kekuasaan pada diri setiap masyarakat Jawa. Sehingga raja berupaya untuk menanamkan kekuasaannya pada bidang spiritualis dan mentalitas masyarakat Jawa.
Pembangunan mental spiritual dan mentalitas akan terlaksana bila kerajaan memiliki alat. Alat inilah sebagai motor penggerak mencapai tujuan pembangunan itu. Motor penggerak itu berupa kepemimpinan komunitas Islam. Kepemimpinan komunitas Islam berasal dari golongan elit agama. Golongan itu berasal dari kalangan guru, haji, dan kiai. Golongan ini memiliki peranan penting dalam pelaksanaan ritual-ritual keagamaan, dan memberikan pelayanan keagamaan.
E. Pujangga Sebagai Seseorang Pembangun Supremasi kekuasaan
Pujangga memilki peranan penting dalam penulisan sejarah atau dalam lingkup klarifikasi pembabakan historiografi, terutama dalam historiografi Indonesia tradisional. Pujangga memilki perana untuk menulis sebuah peristiwa masa lampau yang dapat disebut sebagai sebuah penulisan sejarah dalam perspektif pujangga tersebut.Pujangga dalam arti etimologi kata pujangga berasal dari bahasa sansekerta yaitu Bujangga,yang berarti ular dan pengikut seorang raja. Sedangkan menurut arti kata dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah pendeta, pertapa, orang yang cerdik dan pandai, sifat-sifat pujangga, pengarang, pendeta mengenai kesusastraan pengarang.
Seorang Pujangga harus memilki kemampuan nawungkridha dan sambegan. Sambegan artinya kuat ingatan, dan nawungkridha berarti waskitha atau mengetahui rahasia segala sesuatu dengan ketajaman pandangan batinnya. Dalam hal ini Ranggawarsito telah memberikan batasan-batasan mengenai syarat-syarat menjadi seorang pujangga. Yaitu sebagai berikut.
Seorang yang pantas menjadi seorang pujangga, syaratnya sebagai berikut.
1. Golongan wirya, yakni orang berderajat.
2. Golongan agama, yakni ulama.
3. Golongan pertapa, yakni pandhita.
4. Golongan sujana, yakni orang yang baik.
5. Golongan aguna, yakni orang pandai.
6. Golongan prawira, yakni golongan prajurit.
7. Golongan supunya, yakni orang yang kaya.
8. Golongan supatya, yakni golongan petani.
Seorang pujangga harus memiliki delapan kemapuan.
1. Ngawiryo atau orang luhur dan memiliki derajat
2. Ngagama atau ulama yang menguasai kitab agama
3. Ngatapa atau petapa atau pendeta yang ahli bertapa
4. Sujana atau orang memiliki kelebihan
5. Ngaguna atau orang yang memiliki ilmu dan kepandaian
6. Prawira atau prajurit yang tersohor
7. Supunya atau orang kaya yang berharta
8. Supatya atau petani yang tekun.
Dalam sebuah kesusastraan Pujangga bertugas.
1. Ingkang anyerat atau orang yang menuliskan naskah
2. Ingkang anganggit atau yang mengarang) naskah
3. Ingkang angiket atau yang mengumpulkan
4. Ingkang akarya sastra atau yang mengerjakan teks
5. Ingkang anedhak atau yang menyalin


BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Historiogarafi adalah perkembangan penulisan sejarah dari masa ke masa. Dalam penuliasan sebuah Historiografi didalamnya memuat mengenai teori dan metodologi sejarah. Historiografi dapat diartikan sebagai sejarah penulisan sejarah untuk merekontruksi masa lalu. Dalam historiografi terdapat pemahaman atau persepsi atau refleksi kultural sejarawan tentang masa lalu sehingga mengandung arti subjektif.Historiografi yang dipengaruhi oleh lingkungan zaman dan kebudayaan semasa sejarah itu ditulis menimbulkan subjektivitas. Karena di dalam penulisan sejarah sejarawan mendapatkan pengaruh tentang perkembangan penulisan sejarah, pengaruh zaman, lingkungan, kebudayaan pada setiap penulisan sejarah, perkembangan pengguaan teori dan metodologi dan seni pengungkapan serta penyajian sejarah. Subjektivitas juga timbul karena pemahaman orang sangat dipengaruhi oleh latar belakang individu, lingkungan sosial, lingkungan kultural, dan jiwa zaman.
Historiografi dapat diartikan sebagai sejarah intelektual atau mentalitas. Historiogarfi juga mengajarkan untuk mencari sebuah pemikiran seorang penulis sejarah. Dalam hal ini sejarawan akan mengalami proses pemahan untuk mengerti subjektivitas penulis sejarah. Penulis sejarah akan selalu aktif melakukan seleksi terhadap gejala yang diamatinya. Gejala yang diamati akan menjadi titik pendirian masa kini yang dijadikan faktor penentu perhatian seseorang terhadap gejala masa lampau.Secara gambaran umum mengenai Historiografi merupakan representasi atau ungkapan dari kesadaran sejarawan dalam zamannya dan lingkungan kebudayaan di tempat sejarawan itu hidup. Dalam memahami sebuah historiogarfi yang diklarifikasikan dalam historiografi tradisional atau historiografi modern, terutama historiografi tradisional perlu diketahui ciri produk historiografi tersebut. Historiografi tradisional akan bercerita dalam batasan atau kisaran istana sentris, tetapi keadaan sosial masyarakat tidak pernah disinggung dalam penulisannya, masayarakat pada awakatau penulisan tersebut hanya sebatas bahwa masyarakat itu menjadi milik raja atau hanya sebatas bagian dari raja, jika penulisan tersebut bersifat sejarah, hanya sebatas pada penulisan sejarah politik, dan dalam penulisan hal yang penting adalah terdapat adanya mitos dan peristiwa yang bercampuraduk antara fiktif dan faktual.
Tokoh yang berperan dalam penulisan historiografi Indonesia tradisional adalah para pujangga kerajaan. Karena karya-karya yang masuk dalam kategori historiografi Indonesia tradisional merupakan karya-karya yang banyak dibuat pada zaman kerajaan. Pujangga memiliki peranan penting dalam hal ini, mereka akan penulis sebuah peristiwa. Mereka dapat dikatakan sebagai sejarawan awal Indonesia. Walaupun dalam tulisannya banyak kejadian yang ditulis dalam konteks fiktif dan faktual. Dalam hal itu pujangga memiliki maksud politik untuk memperkuat kedudukan sang patron.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar